AL-QUR'AN DAN SUNNAH

PERCAYALAH

image
Assalamualaikum,

PESAN BAGINDA RASULULLAH

سَمِعْتُ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ قَبْلَ مَوْتِهِ بثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يقولُ: لا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إلَّا وَهو يُحْسِنُ الظَّنَّ باللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

"Saya mendengar Rasulullah SAW, tiga hari sebelum wafatnya, beliau bersabda, 'Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah'.” (HR Muslim)

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رضي الله عنها, أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- حِينَ حُضِرَ جَعَلَ يَقُولُ « الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika dalam keadaan sekarat bersabda: “Jagalah salat, jagalah salat, dan orang-orang lemah di antaramu”. (HR Ahmad)


PENDIDIKAN
Madrasah Aliyah Negeri

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Sekolah Menengah Pertama

Tahun 2006 - 2008

Sekolah Dasar Negeri

Tahun 2000 - 2006


ORGANISASI
KMHGL (Komunitas Motor Honda GL)

Life Member Ciamis

Ride Explore Indonesia (REI)

Rescue

KOMBI (Komunitas Muslim Bikers Indonesia

Life Member Bandung


KEAHLIAN
Design Graphic
Accounting
Marketing

WHAT CAN I DO

Web Design

Jasa pembuatan web lembaga, marketplace, company profil dll.

Photography

Menerima jasa pemotretan baik prewedding, pesta ualng tahun, pesta pernikahan (Wedding) dll.

Design Graphic

Menerima jasa pembuatan logo profil, spanduk kegiatan, x-banner, kaos komunitas, dll

Kegiatan

Perbedaan Pengertian Sunnah dengan Sunnat

 

Pengertian Sunnah

Sunnah biasanya juga disebut hadits. Menurut harfiah kata sunnah berarti adat istiadat. Menurut definisi, sunnah adalah sesuatu yang merupakan perkataan, perbuatan dan taqrir (penetapan) Rasulullah SAW. Merupakan perkataan (qauliyah) yaitu hadits-hadits Nabi SAW yang beliau sabdakan. Disebut sebagai perbuatan (sunnah fi’liyah) yaitu sesuatu yang Nabi SAW kerjakan dan yang merupakan ketetapan (taqririyah) ialah suatu perbuatan yang dikerjakan sahabat di hadapan Nabi SAW atau beliau sendiri mengetahui orang mengerjakan perbuatan tersebut namun beliau SAW berdiam diri.

Di kalangan ulama ada perbedaan pandangan mengenai hadits dan sunnah. Sunnah diartikan pada kenyataan yang berlaku pada masa Rasulullah SAW atau telah menjadi tradisi umat Islam pada waktu itu, menjadi pedoman untuk melakukan ibadah dan mu’amalah. Sedangkan hadits adalah keterangan-keterangan dari Rasulullah SAW yang sampai kepada kita.

Apabila memandang dari segi riwayat penyampaian secara lisan, sesuatu keterangan dari Rasulullah SAW menjadi hadits dengan kualitas yang bertingkat-tingkat. Ada yang kuat dan ada yang lemah. Oleh karena itu hadits belum tentu sunnah, tetapi sunnah adalah hadits.

 

 

Penulisan Hadits

 

Dalam sejarah, mulanya Rasulullah SAW melarang sahabatnya menulis hadits. Motifnya jelas, yaitu agar warisan Al Qur’an murni semurni-murninya secara tertulis. Namun setelah itu beliau secara khusus mengizinkannya. Kemudian memerintahkan secara umum.

Di zaman Rasulullan SAW Sunnah lebih banyak dihafal daripada ditulis. Tetapi penghafalan hadits tersebut terjamin keutuhannya dengan alasan (Said Hawa, 126-127):

  1. Rasulullah SAW dalam memantapkan ucapannya biasa mengulangi sampai tiga kali.
  2. Para sahabat biasa terdidik dengan kejujuran dan selalu menjaganya, serta sangat takut melakukan perbuatan dusta.
  3. Dizaman sahabat kedustaan sesuatu yang menyangkut diri Nabi mudah diketahui, sebab semua perbuatan Nabi diamati oleh orang banyak dan banyak sahabat yang selalu menyertai nabi kemanapun beliau pergi.
  4. Kekuatan hafalan yang mengagumkan orang Arab yang tidak ada bandingannya. Ini menjadikan kredibilitas sahabat dalam menghafal Sunnah tidak diragukan.

 

 

Kedudukan Sunnah

 

Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al Qur’an. Ia berkedudukan sebagai juru tafsir dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al Qur’an.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. 59:7)

 

Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang muslim selain menerima Qur’an juga harus menerima sunnah. Rasulullah SAW Rasulullah SAW bersabda:

Aku tinggalkan padamu dua urusan, sekali-kali kamu tidak akan sesat bila berpegang pada keduanya: Al Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.”

 

Tanpa Sunnah, Al Qur’an tidak dapat difahami secara praktis. Misalnya, dalam Al Qur’an ada perintah shalat. Sunnahlah yang menjelaskan prakteknya. Begitu juga zakat, secara rinci Sunnah menjelaskan ketentuan-ketentuannya, baik persentase harta yang harus dikeluarkan ataupun pendistribusiannya. Demikian pula ajaran-ajaran lain dalam Islam. Karena itu mengikuti Kitabullah harus dengan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.

Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. 4:80)

 

Selain itu, dari segi pengalaman praktis, Rasulullah SAW merupakan perwujudan dari Al Qur’an. “Akhlaqnya adalah Al Qur’an” (HR Muslim,  Ahmad dan Abu Daud). Beliau SAW merupakan teladan yang baik bagi seluruh manusia.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)

 

Berdasarkan uraian diatas maka tampak jelas antara Al Qur’an dan Sunnah tidak ada perbedaan dalam segi kewajiban taat kepada keduanya. Taat kepada Allah SWT harus taat kepada Rasul. Sebab, Rasulullah tidak akan menyuruh suatu perintah kecuali yang diperintahkan Allah SWT.

Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. 4:80)

 

Konsekuensi taat kepada Allah SWT adalah taat kepada kitab-Nya, sedangkan konsekuensi taat kepada Rasulullah SAW adalah taat kepada Sunnahnya.

 

Pengertian Sunnat

 

Sebetulnya dalam bahasa Indonesia ketika menulis kata Sunnah dengan Sunnat tidak dapat dibedakan seperti antara kata hidayah dengan hidayat karena kata kata dalam bahasa Arab yang berakhir dengan huruf ta marbutho sering dalam bahasa Indonesia dibaca seperti huruf h atau huruf t seperti hidayah dengan hidayat tadi. Disini saya memberi istilah yang satu sunnah dan yang satu sunnat hanya untuk membedakan saja.

Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa Indonesia bersyukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wata’ala, karena kita ditakdirkan berbahasa Indonesia yang banyak menggunakan vocabulary banyak yang berasal dari Bahasa Arab. Dan terlebih lagi dalam istilah sunnah dalam uraian di atas (sebagai pendamping yang tidak dapat dipisah-pisahkan atau dijadikan suatu amalan yang bersendirian dari pada AlQuran). Sebagaimana pembahasan di atas yaitu seorang muslim mustahil dapat mengamalkan Al Quran saja tanpa panduan tambahan dari sunnah misalnya dalam pelasanaan perintah AlQuran dalam hal sholat.

 

Dalam hal sunnah yang demikian (yang penjelasnnya telah diuraikan di atas), tentu sangat berbeda dengan pengertian sunnat dalam artian sebagai salah satu klasifikasi hukum.

Bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari membedakannya dengan istilah yang agak berbeda yaitu yang pertama diberi istilah sunnah yang satu lagi diberi istilah sunnat, walaupun pada asalnya sama (dari istilah huruf Arabnya sama-sama pakai ta marbutho, seperti istilah hidayah dengan hidayat).

 

Khusus uantuk istilah sunnah (sebagai sesuatu yang harus diikuti sebagaimana halnya dengan Al Quran) dibedakan penulisannya dalam bahasa Indonesia dengan sunnat yang berarti sebagai salah satu dari klasifikasi hukum selain wajib, mubah haram dan makruh.

Bahayanya Menyamakan Sunnah Dengan Sunnat

 

Coba bayangkan jika seseorang karena rancunya mengartikan sunnah sebagai sunnat, yang artinya sunnah itu dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tidak berdosa, apakah ini bukan merupakah peluang buat golongan ingkar sunnah untuk berhujjah?

Kalau mereka memanfaatkan kerancuan pemahaman sunnah dengan sunnat, mereka akan bilang sunnah itu khan dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tidak apa-apa/tidak berdosa. Kalau sudah begini upaya kita semua untuk menangkal berkembangnya paham mereka malah  jadi blunder.

Atau contoh lain jika sunnah diartikan atau disamakan dengan sunnat akan ada orang yang mengatakan sunnah itu khan ditinggalkan tidak berdosa, jadi  dalam hal sholat kita pakai Al Quran saja tidak usah dengan sunnah, kalau sudah begini bagaimana dia dapat melaksanakan sholat tanpa mengambil tuntunan sholat secara lebih jelas dan rinci yang justru didapat dari sunnah? Begitu juga dalam segala aspek kehidupan setiap ada perintah yang ada dalam Al Quran maka akan lebih rinci dan jelas jika dipandu dengan sunnah.

 

Jadi jika orang rancu dalam memahami posisi pentingnya sunnah, barangkali hal ini karena disebakan dia telah rancu dalam konsep pemikirannya karena tidak tahu atau tidak dapat membedakan apa itu sunnah dan apa itu sunnat.

Sumber : https://dosen.perbanas.id/perbedaan-pengertian-sunnah-dengan-sunnat-sebagai-salah-satu-klasifikasi-hukum/?print=print

KEPEDULIAN UMAR TERHADAP SHALAT SUBUH

Umar bin Khathab, pada hari setelah pedang tajam menancap di tubuhnya, darah yang terus mengalir, luka yang masih menganga, ia dibangunkan untuk shalat subuh, kemudian mengatakan,

نعم، ولا حظ في اﻹسلام لمن ترك الصلاة


“Iya, tidaklah ada bagian dalam islam kepada orang yang meninggalkan shalat“.

Beliaupun shalat dan lukanya terus mengeluarkan darah.

Umar bin Khathab, pernah bertemu dengan Said bin Yarbu’,  seorang pria tua yang baru kehilangan penglihatannya, umurnya pun telah mendekati seratus tahun, ia berkata, 

” wahai orang tua, jangan kau tinggalkan sholat jumat, dan jangan kau tinggalkan sholat berjamaah di masjid Nabi”. 

Pria itu berkata kepada Umar, 

“wahai umar aku tak mempunyai seseorang yang dapat menujukkanku jalan untuk ke masjid”. 

Umar menjawab, 

” aku akan kirimkan seseorang untuk menunutunmu ke masjid”.

Lihatlah begitu besar kepedulian Umar Bin Khathab dalam perkara sholat berjamaah di MASJID. 

Seorang yang telah tua, tak dapat melihat, tetap diperintahkan untuk tidak meninggalkan sholat berjamaah di masjid, bahkan Umar mengutus seseorang untuk menuntunnya.

Simak kisah lain dari Amirul Mukminin

Umar bin Khathab, mempunyai seorang kawan bernama Sulaiman , namun di hari itu Umar bin Khathab tidak melihat kawannya di saat shalat subuh berjamaah. 

Sang Amirul Mukminin pun menanyakan kepada Ibu Sulaiman, 

“kemana anakmu? Aku tidak melihatnya pada waktu subuh tadi?”. 

Ibunya menjawab, 

“ia tertidur tadi, di sepertiga malam ia bangun shalat malam, sampai menjelang subuh ia tertidur”.

Umar bin Khathab berkata, 

“Demi Allah lebih baik aku ikut shalat subuh berjamaah dari pada aku harus bangun malam (kemudian tak dapat subuh berjamaah)”.

Wahai ikhwan, Sulaiman tertidur dan terlewat shalat subuh, karena ia beribadah di sepertiga malam, namun lihatlah pengingkaran Umar terhadap apa yang di lakukan sulaiman! 

Sekarang, apa yang harus dikatakan terhadap seseorang yang terlambat shalat subuhnya karena bergadang untuk hal-hal yang mubah saja? 

Pengingkaran seperti apa lagi untuk mereka yang melewatkan waktu subuh karena tertidur lelap sisa dari keletihannya bergadang untuk hal yang tidak bermanfaat? 

Dan kata-kata yang seperti apa untuk mereka –waliyadzu billah- yang tidak shalat subuh, karena semalam suntuk bergadang untuk hal yang haram ?

Bertaqwalah kepada Allah, dan jagalah perkara yang besar ini

Layanan Konsultasi

Contact Us
FAHMI MUBAROK
Bandung, West Java

Copyright © 2023 Fahmi Mubarok. Diberdayakan oleh Blogger.